Anger issues adalah
istilah yang dipakai untuk menggambarkan rasa marah yang sering terjadi pada
seseorang. Tak hanya sering terjadi, perasaan itu juga kerap dilampiaskan
secara berlebihan. Melansir dari artikel di Healthline yang ditinjau oleh
psikolog Timothy J. Legg, marah sebenarnya adalah respons alami dan naluriah
terhadap ancaman. Beberapa kemarahan bahkan diperlukan oleh manusia untuk
bertahan hidup. Namun kemarahan akan menjadi masalah saat kita tidak mampu
mengendalikannya. Ini juga bisa berujung pada penyesalan atas kata-kata yang
kita katakan.
Penyebab kemarahan yang
gampang meledak bisa datang karena banyak hal atau ada pemicunya. Misalnya
stres, masalah keluarga, atau masalah keuangan yang terjadi berulang. Kemarahan
yang meledak-ledak dan terlalu sering dapat menjadi masalah dalam hubungan
interpersonal, pekerjaan, kesehatan mental, dan kesejahteraan umum seseorang.
Ketika seseorang tidak mampu mengendalikan reaksi marahnya, itu dapat
menyebabkan konsekuensi negatif seperti penyesalan atas tindakan atau kata-kata
yang diucapkan.
Kemarahan dapat dipicu
oleh berbagai hal, termasuk stres, masalah keluarga, masalah keuangan, atau
tekanan yang berulang. Hal-hal ini dapat menjadi pemicu emosi yang intens dan
sering kali, respons berlebihan terhadap situasi yang mungkin tidak proporsional.
Mengenali pemicu-pemicu ini adalah langkah pertama dalam mengelola kemarahan.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang apa yang memicu kemarahan dan
cara-cara untuk mengatasi emosi tersebut, seseorang dapat belajar untuk
mengendalikan respon marahnya secara lebih efektif.
Emosi yang terlalu sering
dan kuat dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental seseorang. Terdapat
perbedaan signifikan dalam cara orang merespons kemarahan, di mana seseorang
dengan masalah pengendalian emosi (anger issues) cenderung mengalami
gejala yang berulang dan lebih intens dibandingkan dengan respon marah yang
umum. Anger issues sering kali menyertai peningkatan tekanan darah, denyut
jantung yang cepat, sensasi kesemutan, dan ketegangan otot secara fisik. Di
sisi emosional, orang dengan masalah tersebut dapat menunjukkan kecenderungan
mudah marah, frustasi, kecemasan berlebihan, merasa kewalahan, serta rasa
bersalah yang berkepanjangan.
Rani, yang mengaku
memiliki kesulitan dalam mengendalikan kemarahannya, menyatakan bahwa perubahan
suasana di rumahnya yang dulunya harmonis menjadi berubah adalah salah satu
pemicu kemarahannya yang meledak-ledak. Sementara Syahra mengatribusikan
masalah kemarahannya pada sifat perfeksionisnya yang kuat. Dia juga mengaitkan
bahwa pendidikan yang keras dari orang tuanya berperan dalam masalah tersebut.
Menurut Rani dan Syahra, mereka merasa sangat sensitif terhadap hal-hal kecil.
Syahra, sebagai contoh,
bisa bereaksi marah secara berlebihan hanya karena pintu kamar tidak tertutup.
Kesalahan kecil juga bisa memicunya untuk membanting pulpen, dan saat ponselnya
mengalami gangguan, itu juga dapat memicu kemarahannya. Bahkan melihat orang lain
kesulitan menyelesaikan hal-hal sepele dapat memicu rasa frustasi dan kemarahan
pada keduanya. "Perubahan suasana hati dapat berpengaruh, dan ketika kami
menjadi ofensif, itu dapat menyebabkan jarak dalam hubungan dengan teman untuk
sementara waktu," ungkap Syahra.
Sementara itu, Rani
mengakui bahwa sikapnya terkadang terkesan dominan. "Tapi keluarga atau
pacar, mereka memaklumi karena mereka mengerti," ucap Rani, yang juga
mengatakan bahwa orang-orang terdekatnya sering memberinya nasihat tentang
masalah ini. Hingga saat ini, Syahra dan Rani telah berupaya mengatasi masalah
anger issues mereka melalui berbagai metode. Mereka mencoba melakukan waktu
untuk diri sendiri (me time), berkonsultasi dengan psikiater, keluar dari
lingkungan rumah, tidur, dan mencari distraksi yang membantu mereka melupakan
kemarahan yang sedang dirasakan.
Psikolog Indah Pratiwi menjelaskan pentingnya pengelolaan rasa marah dengan baik, karena menahan kemarahan tersebut juga tidak baik bagi kesehatan fisik dan mental individu yang bersangkutan. "Langkah pertama adalah menyadari adanya masalah dan bersedia untuk berubah. Tanpa kesadaran itu, upaya akan sia-sia," ungkap Indah. Meski baik dilakukan tapi emosi dan amarah tetap perlu dikendalikan. Meluapkan emosi dan amarah boleh saja, yang perlu diperhatikan adalah emosi tidak boleh dibiarkan hingga meledak-ledak. Emosi yang meledak-ledak sering dikaitkan dengan salah satu tanda kesehatan mental tidak stabil. Terlebih jika emosi tersebut muncul karena hal yang sepele dan tidak membutuhkan penyelesaian yang rumit.