Pagi ini, sinar mentari perlahan masuk menerobos jendela kamarmu. Silaunya membangunkanmu dari mimpi buruk di malam ini. Kamu harus menyadari, sekarang kamu sudah kembali ke alam nyata. Alam yang sebenarnya lebih buruk dari mimpi terburukmu. Pagi tadi mungkin adalah pagimu yang paling buruk. Semua yang kamu lakukan terasa sia-sia. Tetapi, kamu tetap merasa bahagia karena senyuman manis dari pria yang sangat kamu cintai.
Tangannya mengelus lembut rambutmu karena ia tahu bahwa harimu sedang tidak indah. Disodorkannya bunga mawar merah padamu, dan kamu gugup menerimanya. Merasa tak layak karena mawar itu jadi tampak lusuh akibat penampilanmu yang acak-acakan. “Ambil saja”, katanya. Dan kamu pun menerimanya dengan senyuman bahagia.
Kesialan pagi itu ternyata tidak sepenuhnya buruk untukmu, sebab pria itu selalu ada kapan pun disaat harimu sedang tidak indah. Selama ini kau hanya merasa telah berdamai dengan semua rasa sedihmu. Kau merasa duduk di tempat yang penuh cahaya, berbahagia dan tersenyum seakan-akan tidak terjadi apa-apa dengan hidupmu. Sementara diantara hiruk pikuk suara kota diluar sana, kamu terlentang bebas diatas kasur tidurmu yang berantakan itu.
Dalam kesendirianmu, kamu hanya ingin menyaksikan keindahan langit yang begitu indah, serta bintang yang saling bercumbu. Di dada, ada nyala api yang bersikukuh membakar hujan, tak jua paham bahwa kamu hanyalah diri, yang lahir dari rahim paling sunyi. Tertinggal diantara ilalang kemustahilan. Namun, saat kamu merasa sudah mati rasa, ia datang menyapa. Tanpa rasa bersalah mengobrak-abrik seluruh pondasi kuat yang kamu buat.
Pertahananmu, yang kamu pikir sudah kokoh, akhirnya luluh lantah. Betapa dirimu menikmati reka adegan yang bergerak statis menjadi cuplikan yang menghubungkan memori sejak mengenalnya. Pertemuan kalian akan kamu beri judul larut paling bahagia, suaranya menyerupai hembusan waktu yang diwakili jarum panjang. Dua belas angkanya menghitung ulang sebuah pertemuan. Teriakan hening menantang bertarung melawan batin. Tak perlu menjadi luar biasa, sederhananya saja cukup mempesona.
Yang kamu tahu, hitungan detik mampu menjadi sebab debar di dada, hati sibuk bertanya tanpa mengatakan yang seharusnya ia tahu. Kalian berbincang, membicarakan banyak hal, di ujung pagar rumah yang sudah tertutup rapat. Baris pohon berjajar rapih di samping kanan dan kiri dengan angin membuatnya nyiur kegirangan. Semesta itu usil, ya? Ia mempertemukan kalian sebelum waktunya, namun tidak membiarkan kamu dan Ken sadar atas eksistensi satu sama lain. Tapi membuat kalian hidup berdampingan, berjalan beriringan.
Ken adalah orang yang tidak pernah ingin membuatmu bersedih apalagi menangis, sebab itu Ken tau bagaimana menghadapi sikapmu yang sangat kekanak-kanakan itu. Saat duniamu mulai pudar dan kamu merasa hilang Ken akan selalu menjadi orang pertama yang membuat semuanya akan jauh lebih baik. Kamu bergumam dalam hati mengucapkan rasa syukur yang teramat dalam karena bisa menemukan seseorang seperti Ken yang tidak memiliki kekurangann satupun dimatamu. Jika bisa memilih, kamu akan memohonpada Tuhan agar Ken lah perwujudan serta jawaban dari segala doa-doamu.
Setelah melewati waktu yang panjang kamu baru menyadari jika ternyata masih ada yang ingin melihat senyuman manis diwajahmu, masih ada yang ingin melihatmu bahagia tanpa tapi. Dan akhirnya kamu menyadari jika kamu mencintai Ken dan Ken mencintaimu. Komitmen hubungan yang kalian jalani terus diuji. Ken melanjutkan kuliah di Berlin sedangkan kamu melanjutkan pendidikan di Indonesia. Komunikasi kalian berdua tidak bisa dikatakan baik-baik saja, kamu merasa cinta yang tadinya tumbuh begitu besar kini mulai meredup.
Berbeda dengan yang dirasakan oleh Ken, ia merasa semuanya baik-baik saja. Hanya saja Ken merasa kamu kurang mengerti kondisi dan keadaan Ken yang sedang fokus menjalani kuliahnya di Berlin. Jakarta yang diguyur hujan sore itu membuat para pejalan kaki yang tengah berjalan di bawah naungan langit lantas berhamburan mencari perlindungan di bawah atap toko pinggir jalan apa saja yang bisa ditemukan. Hujannya tidak terlalu deras, namun cukup untuk membasahi baju dan kulit serta barang bawaan jika perjalananmu menuju tujuan masih jauh. Dan hanya kamu yang berlarian di tengah guyuran air hujan, buat kuyup pakaian dan kulit serta barang bawaanmu.
Trotoar jalan yang kamu lalui tampak berkelip dalam pantulan cahaya dari lampu jalan yang menyala lebih awal di setiap tetes hujan yang diterimanya. Genangan air yang membentuk di berbagai titik beriak kala kamu menginjaknya, buat cipratan air yang sirami kaki. Sesaat ponselmu berbunyi dan kamu melihat ada pesan masuk dari Ken, yang mengabarkan bawah ia akan segera pulang ke Indonesia untuk menemuimu. Ken mengatakan bahwa ia sangat merindukanmu.
Seketika air matamu menetes diiringi dengan guyuran air hujan yang semakin deras. Tak lama tangisan itu berubah menjadi senyuman bahagia yang tidak bisa kamu ungkapkan dengan kata-kata lain. Disetiap harinya tak henti-hentinya kamu sangat menunggu kehadiran Ken untuk segera bertemu menceritakan semua yang terjadi tanpa kehadiran Ken. Meskipun kamu merasa kecewa oleh Ken karna sikap Ken yang mulai berubah tetapi hal itu tidak menjadi permasalahan untukmu sekarang. Karna yang hanya ada dipikiranmu saat ini adalah kamu bertemu dengan Ken. Yang dinanti nantikan akirnya kunjung datang.
Kamu melihat sosok pria berbadan tinggi mengenakan sweater kesayangannya yang diberikan oleh sang kekasih, ya benar. Itu adalah Ken. Ken menghampirimu yang sedang menyiram tanaman dihalaman rumah. “Kamu kangen aku ga?” tanya Ken yang ragu mendengar jawabanmu. Sontak kamu berlari menghampiri Ken yang berada jauh didepan pagar rumah dan langsung memeluk Ken yang tanpa disengaja air matamu perlahan menetes membasahi sweater kesayangan Ken itu.
Ken menenangkanmu perlahan dan memastikan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Hari itu merupakan hari yang paling kamu rindukan disaat Ken sudah kembali ke Berlin. Silih berganti hari dilalui bersama dengan hadirnya Ken yang membuat harimu lebih berwarna dari sebelumnya. Saat itu kamu merasa semuanya akan baik-baik saja jika ada Ken disampingmu. Hadirnya Ken sangat menjadi penenang disaat harimu sedang tidak baik.
Namun kenyataannya, cepat atau lambat Ken akan kembali ke Berlin untuk melanjutkan pendidikannya. Hal itu yang kini membuatmu bersedih tetapi Ken tidak bisa memaksakan untuk tetap di Indonesia. Ken harus segera cepat-cepat menyelesaikan pendidikannya untuk segera pulang dan menetap di Indonesia. Wajah yang berlinang air mata tidak bisa ditutupi saat kamu ingin mengantar Ken untuk keberangkatannya kembali ke Berlin.
Ken terus meyakinkanmu bahwa semuanya akan berjalan sesuai dengan janji Ken untuk segera melanjutkan pendidikan di Berlin agar bisa kembali menemuimu di Indonesia. Dengan berat hati kamu menyetujui apa yang Ken katakan terhadap janji yang dikatakannya. Tak lupa Ken memberi salam serta pelukan terakhir sebelum Ken berangkat ke Berlin. Saat itupun lagi-lagi baju yang Ken kenakan basah akibat air mata yang kamu keluarkan saat Ken memelukmu erat-erat.
Kamu hanya berharap Ken menepati janjinya yang ia katakan kepadamu. Bahkan ketika kau berpisah dengan Ken malam itu, semesta rupanya masih punya banyak kisah tentang kalian yang masih belum terangkai, menanti waktu yang tepat bagi kalian untuk bisa bertemu kembali dan melanjutkan kisah kalian yang sempat tertunda.